Affiliate Program ”Get Money from your Website”

Monday, February 1, 2010

deskripsi tembok bomber indonesia

Hasrat manusia untuk menggambar dan menulis di dinding sudah dimulai dari zaman prasejarah. Mereka menggambar dan menulis di dinding goa, dan sejak saat itulah sejarah mural bergulir. Orang yang paling dikenal sebagai pengembang mural adalah Diego Rivera, David Siqueiros, dan Jose Oronzo. Mereka memperkenalkan teknik mural fresco yang menggunakan cat air dan uap kapur.

Mural sudah dikenal sejak masa yunani dan romawi kuno. Orang romawi bahkan melukis di dinding- dinding monumennya. Seiring berjalannya waktu ,graffiti juga dikenal pada masa Renaisans sekitar abad 14, menggambar dinding atau mural saat itu dimulai dari gereja . sebelumnya dizaman gotik, gereja-gereja di eropa tampak angker, suasana kurang nyaman itu mengilhami beberapa jemaat untuk mengubah wajah angker rumah ibadah tersebut menjadi lebih cantik. Cara yang dipilih adalah menggambari dinding-dinding gereja dengan lukisan. Gambar-gambar dalam dinding gereja biasanya mengekspresikan kesyaduhan dan kecintaan pada Kristus. Para seniman tidak hanya menggambar di dinding-dinding dalam ruangan, tetapi mulai menggambari dinding di luar ruangan dan area publik lainnya. Gejala tersebut merata di Negara-negara barat. Seniman mulai menggambari dinding disebuah daerah kumuh di New York, Amerika Serikat

selama Sembilan tahun saya mengerjakan karya-karya mural dan grafitti, kata “popular” dan “eksitensi” sangat mengiringi dari kejadian dunia street art di Jakarta khususnya grafitti, dengan dasar pengaruh atsmosfer scene grafitti dari Amerika dimana grafitti di populerkan oleh masyarakat urban muda di daerah Broklyn, USA. Dengan membawa sebuah nama yang subjektif untuk dijadikan suatu karya grafitti, seperti diawal tahun 80an hal tersebut dimulai oleh “Bomber” (sebutan nama untuk seorang pembuat grafitti) bernama Cope2, Taki183, Sins ,dll. Mereka sering membuat suatu karya grafitti yang mempunyai style dan tipe berbeda, serta selalu menuliskan nama mereka. Entah apa cerita yang ada di dalam nama mereka tapi yang jelas mereka membuatnya dalam bentuk besar dan mencolok. Karena kepekaan mereka dalam memilih ruang dan mengatur komposisi estetikanya, sehingga ada efek magnetik terhadap publik untuk melihat karya grafitti mereka di ruang kota. Entah efek apa lagi yang lebih besar yang para bomber cari dalam membuat nama mereka dengan grafitti?

Scene mereka cukup kuat sampai menular ke dunia grafitti di Jakarta, istilah “Popular” dan “Eksitensi” selalu saya rasakan ketika berada di ruang kesenimanan saya di dunia grafitti. Grafitti tenar mencuri perhatian di Jakarta awal tahun 2001, sampai sekarang grafitti terus berkembang sebagai media eksistensi. Tetapi ada sebagian dari mereka menjalani sebagai seniman grafitti scara serius seperti teman-teman dari Artcoholic crew,Wormo,Darbotz,Nsane dan beberapa orang lainnya.

Keseriusan mereka dalam mengolah seni grafitti cukup dalam ,sehingga ada yang menjadikan mereka sosok aikon di seni grafitti Jakarta. Secara keseluruhan attitude para bomber masih berkiblat pada bomber barat dimana awal seni grafitti itu tenar.

Di Jakarta seni grafitti semakin menjamur mengisi ruang-ruang kota yang ilegal maupun legal. Suatu ketika instansi pemerintah melihat tapi masih terbilang belum serius mengamati,sehingga di beberapa tempat yang belum jelas, ada undang-undang yang melarang adanya grafitti atau sejenisnya. Dari masyarakat sendiri ada yang memanfaat kan seni grafitti yang sudah jadi sebagai “barang” hiburan. Sebagai pengganti cat-cat pucat tembok sarana publik atau dimanfaat kan sebagai media propaganda iklan oleh pihak industri tertentu.

Aksi corat-coret dinding kota sebagai curahan ekspresi atau perlawanan social, bukanlah barang baru,sedah dikenal sejak masa-masa awal Kemerdekaan. Bila ditarik jauh kebelakang, upaya berkomunikasi lewat media gambar dan tulisan di dinding publik.

Selama sembilan tahun saya bikin di jalan, banyak sekali proses komunikasi secara langsung oleh publik. Diantara mereka ada yang melarang dan ada juga yang mendukung, di Jakarta proses pembuatan grafitti masih terlihat seperti suatu hal yang jarang sehingga mengundang reaksi masyarakat untuk tahu. Kritik sosial, pesan kesehatan, serta beragam gagasan lainnya, tertuang lewat simbolisasi kata dan gambar. Masyarakat memiliki kebebasan untuk menterjemahkan makna di balik karya yang para seniman suguhkan. Walaupun selalu ada makna tersembunyi, peran tampilan gambar tetap merupakan titik sentral penarik perhatian. Berawal dari gambar yang menarik dan sedikit mengusik inilah, yang nantinya menggiring publik untuk memikirkan maknanya.

Terkadang cara seniman grafitti bergerak dimanfaatkan oleh pihak industri untuk beriklan dengan tujuan komersil atau kampanye pihak-pihak tertentu. Menurut saya, secara halus ruang berkarya para bomber pun terambil, para pihak yang menggunakan mereka pun tak terlalu memikirkan hal-hal perebutan ruang tersebut. Agak ironis memang dengan sifat “bandel” para bomber yang sangat kuat mempertahankan ruang berkarya mereka secara Ilegal. Para penggiat mural dan graffiti juga menyadari, respon apapun terhadap karya mereka, entah berupa apresiasi atau bahkan pengrusakan, harus mereka terima.

Di pihak keamanan, polisi cenderung lebih ramah dibanding SatPol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) atau pihak keamanan lainnya. Polisi saya bilang ramah karena dari beberapa polisi yang saya temui mereka masih bertindak bertanya, sehingga hanya mengurangi rasa aman sedikit saja. Dibandingkan SatPol PP,Satpam,Keamanan Perumahan/ Perkampungan atau preman mereka bertindak sangat mengurangi suasana aman yang telah diatur oleh para seniman grafitti

Begitulah suasana ruang public dengan dinamikanya. Kretifitas tidak selalu diterima dengan terbuka, karena perebutan ruang publik untuk berkarya yang terbatas bukan tidak mungkin memunculkan aksi vandalisme. Dan yang pasti ide menuangkan gagasan kreatif di ruang publik, semangatnya akan selalu terbarukan seiring dengan perputaran roda generasi

Tapi yang membuat saya bertahan sampai sekarang di luar ruang untuk membuat mural dan grafitti, yaitu suatu hal yang membuat saya mendapatkan tujuan yang saya cari yaitu komunikasi kepada publik. Sekalipun itu hanya sekedar mengingatkan atau “Say Hallo” dan semua ini adalah sebagai “Silent Speak” saya kepada publik yaitu suatu komunikasi yang saya rancang untuk berinteraksi lewat karya kepada publik tanpa adanya orasi atau pidato.

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...